Selasa, 19 April 2011

GLOBALISASI DAN KIPRAH PERUSAHAAN TRANS NASIONAL

Oleh : Y E T I

PENGANTAR

Globalisasi sebagai konsep kesejagatan sesungguhnya sudah dipraktekkan sejak masa kerajaan Mesir Kuno, Babilonia, Sumeria, Yunani dan kemudian era kekaisaran Romawi. Para penguasa kerajaan di masa lampau itu telah berpikir dan berencana untuk menguasai dunia dengan menjelajahi  berbagai plosok dunia. Setelah era ini berakhir kemudian dilanjutkan dengan upaya dari negara – negara old power seperti Spanyol, Portugal, Belanda, Inggris dan Perancis melakukan hal yang sam dengan mengirimkan ekspedisi ke wilayah atau benua barung diseberang samudra yang berujung pada penerapan politik kolonialisme dan imperialism. Namun untuk fenomena globalisasi  sebagaimana yang dikenal saat ini tidak sepenuhnya sama dengan apa yang terjadi dimasa lampau dan bahkan paradigmanya juga berbeda, walau pada tingkat esensinya dapat dikatakan tidak jauh berbeda.

Globalisasi dalam paradigm baru, yang bertumpuh pada liberalisasi ekonomi dan perdagangan, baru dikenal luas serta diperhitungkan sebangai trend baru yang selaras dengan Triple T Revolution (Revolusi Teknologi, Telekomunikasi, dan Transportasi) yang mulai tak terbendung sejak dasawarsa 1980-an. Karya – karya buku yang dihasilkan oleh para penulis futuristic seperti Mega Trends 2000 dan Global Paradox karya jhon Naisbit dan Patricia Aburdene, Bordeless World  dan  The Ends of Nation State Karya Kenichi Ohmae, Global Transformation 2000 karya David Held merupakan manifesto bagi berkibarnya bendera kelompok hyper globist.

Globalisasi memiliki beberapa aspek atau ruang lingkup, yaitu :
1.      Telekomunikasi yang mengcakup kemajuan teknologi komunikasi serta perkembangan teknologi informasi, penggunaan sateleit komunikasi jaringan telekomunikasi seluler, akses internet secara global.
2.      Ekologi yang dilihat denga mengglobalnya berbagai masalah lingkungan alam atau hidup, antara lain kelangkaan sumber daya alam dan pemanasan global serta menipisnya lapisan ozon.
3.      Ekonomi yang mengcakup kegitan produksi, distribusi, pemasaran dan konsumsi yaitu semakin luasnya penyebaran sentra – sentra produksi (walau sebagian besar produksi itu dikendalikan oleh beberapa negara maju saja) dan jangkauan operasi perusahaan – perusahaan besar yang mendirikan pabrik atau cabang perusahaan di seluruh penjuru dunia.
4.      Organiasi yang mencakup asosiasi – asosiasi dan organisasi kerjasama regional dan global yang saling interdependen serta melengkapai (komplementer) serta penataan struktur organisasi perusahaan – perusahaan trans nasional yang memiliki jaringan global melalui cabang atau agen – agen.
5.      Norma – norma, yaitu munculnya norma, prinsip, aturan yang sama di antara berbagai negara atau bangsa, baik melalui kebiasaan internasional maupun melalui kesepakatan formal yang lazim disebut rezim – rezim internasional.
6.      Operasi militer yaitu dengan adanya persenjataan strategic, senjata pemusnah missal yang mampu menjangkau benua lain, kapal – kapal induk yang mampu mengangkut pesawat tempur cangki, kendaraan lapis baja, serta pengiriman pasukan secara cepatk untuk jarak jauh, penggunaan satelit mata – mata guna mendeteksi negara lainnya (daerah lawan) dan sebagainya. Sehingga negara adidaya seperti Amerika Serikat tidak hanya muda melakukan operasi militer di benua Amerika tetapi juga ke Afganistasn dan Irak dan negara lainnya.

Lalu perlu kita sadari dan kita tanamkan dalam pikiran adalah globalisasi merupakan fenomena yang sangat luas  dan sulit untuk bisa di bending. Meski begitu ia bukanlah sesuatu yang harus diterima sepenuhnya dengan begitu saja. Kita dapat berperan untuk mengarahkan globalisasi, bahkan termasuk menangkal bila dirasakan perlu.

FENOMENA PERUBAHAN “EMPAT  I “

Dalam era globalisasi atau era Informatics Tecknology (IT), terdapat konsep baru yang dikenal sebagai gelombang “Four I’s “, yaitu berlangsung perubahan – perubahan besar dan berskala luas yang mencakup empat hal yakni : interest, ideologies, information, dan institutions.

“Four I’s “ merupakab bagian dari fenomena organisasi atau hal baru yang memungkinkan pelaksanaannya  setelah adanya kemajuan teknologi informatika. Maknanya adalah  proses pengembangan atau peningkatan tahapan kerjasama serta pembentukan kelembagaan untuk melaksanakan pola integritas atau kerjasama dimulai dari 1) interest, 2).Ideologis 3).Information, 4). Institutions. “empat I” ini merupakan rangkaian  dan tahapan dalam pembentukan suatu masyarkat, kelompok atau suatu gerakan termasuk pula dalam hal pembentukan organisasi kerjasama regional dan internasional.

Berawal dari adanya minat serta kepentingan (interest) yang sama diantara kelompok orang , kemudian terbentuk suatu tekad atau kesepakatan (ideoligi) yang dilanjutkan saling tukar informasi dan meningkatkan intensitas hubungan melalui pertemuan – pertemuan (information), untuk kemudian membentuk lembaga (institutions). Contohnya : Minat yang sama untuk menyelamatkan lingkungan hidup berlanjut sampai pembentukan Green Peace, Minat yang sama untuk memprotes kebijakan WTO, yang mengkristal dalam ideology anti-WTO, lalu saling tukar informasi, untuk kemudian saling bersamaan mendatangi tempat – tempat yang menjadi pertemuan dua tahunan WTO seperti seattle, Doha, Hongkong dengan tujuan melakukan aksi demonstrasi menentang WTO.

Intinya bahwa kepentingan – kepentingan masayrakat dunia mengelami beberapa pergeseran atau perubahan selaras dengan berkembang dan kemajuan zaman. Jika dahulu kepentingan – kepentingan lebih bernuansa lokal, maka sekarang telah berubah kearah pada kepentingan yang menglobal, seperti penanggulangan masalah migrasi tenaga kerja, lingkungan hidup, kelangkaan sumber daya, ledakan penduduk dan lain sebagainya.

Gelombang “Empat I” ini selalu bermula dari adanya kepentingan yang sama dan selaras, sebagai contoh kepentingan yang bersama untuk menanggulangi kerusakan lingkungan, usaha bersama untuk menegakkan penghargaan HAM, mencegah pengembangan senjata nuklir. Dari hal – hal seperti ini kemudian terbentuk suatu tekad atau munculnya keyakinan (ideoligy) atau suatu “isme” misalnya “Emvironmentalism” sebuah isme atau kesepahaman untuk memperbaiki kondisi lingkungan hidup dan mencegah berlangsungnya perusak terhadap alam.

Namun perlu disadari bahwa selain membentuk ideologis (dalam arti tekad bersama, paham atau pemikiran yang menuntun tujuan hidup masyarakat), kepentingan yang bergeser bisa pula mengubah ideologi yang sudah terlanjur ada. Pergeseran sampai perubahan kepentingan bisa mengarah kepada terjadinya pergeseran dan perubahan ideologi, termasuk perubahan tujuan ekonomi dan bisnis dari perusahaan – perusahaan besar.

Selanjutnya ideologi yang terbentuk atau sebaliknya perubahan ideologi (yang mencakup pola pikir dan pola tindak) itu mendistribusikan berbagai informasi mengenai sikap, doktrin, prinsip dan berinteraksi dengan masyarakat luas. Lalu berdasarkan informasi itu kemudian tercapai kesepakatan membentuk kelembagaan (institusi) dalam masyarakat.

Fenomena “I”  yang ketiga yaitu informasi, berkaitan pula  dengan perubahaan (kemajuan) teknologi onformatika dan pola penyebaran informasi. Kini sarana informatika serta ruang lingkupnya  semakin beragam, luas, canggih dan detail pada akhirnya mempengaruhi benuk – bentuk kerjasama global dan kelembagaan . Pola operasional perusahaan multi nasional dan trans nasional pun makin luas dan mencakup berbagai macam venture, usaha patungan, sampai penyebaran lisensi dan waralaba denganberbagai macam modifikasinya masing – masing.

KONSEP DAN OPERASIONAL PERUSAHAAN TRANS NASIONAL

Berbagai perusahaan multi nasional dan trans nasional yang konon jumlahnya mencapai lebih dari 53.000 buah dengan mempekerjakan 6 juta pekerja di seluruh dunia, dapat kita bedakan ke dalam tiga penggolongan berdasarkan kepada motif pendirian perusahaan dan kegiatan operasionalnya. Yaitu :
1.      Motof untuk mengelolah dan memanfaatkan sumber daya alam atau mencari dan mengakusisi bahan baku (Raw Material Seeker) contohnya : Freeport McMoran, Exxon Mobil Oil, Caltex.
2.      Motif menguasai pangsa pasar atau memperluas pasar (market seeker) contohnya : ericsson, motorolla, nokia, toyota, honda, Mc.Donal
3.      Motif untuk memperoleh tenaga kerja murah atau meminimalkan biaya produksi (cost minizer).Nike, Reebok, Adidas, dll

MNC / TNC DAN PERAN PEMERINTAH
Cukup banyak pakar ekonomi politik sepakat bahwa bahwa pada umumnya perusahaan  - perusahaan multinasional /transnasional bukan hanya organisasi ekonomi semata, merainkan juga organisasi politik. Alasannya karena perusahaan – perusahaan transnasional / multi nasional yang mengoperasikan dana cukup besar dengan jaringan – jaringannya yang cukup luas itu, sangat potensial untuk bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah, baik pada negara induk / asal (home country) TNC/MNC itu sendiri maupun kepada pemerintah  di negara yang sedang di tempatinya (host country).
Dewasa ini ada tiga perspektif utama dalam memandang hubungan atau interaksi antara perusahaan multi nasional / transnasional dengan pemerintah yaitu :
1.      Perspektif Liberal
Perspektif ini cenderung memandang dan berasumsi beroperasinya  MNC/TNC berhubungan erat dengan interdepensi (saling kebergantungan) yang berlangsung dalam perekonomian dunia. Kini kita bisa katakan , hampir tidak ada negara yang sepenuhnya dapat berswasembada dalam sektor produksi.Minimal ada kebutuhan bahan baku produksi serta bahan baku energi (minyak, gas, batu bara) dari negara lain. Belum lagi untuk kebutuhan barang dan jasa yang tidak bisa di penuhi dari sumber dan otensi yang ada dalam negeri sendiri.
Contohnya indonesia pernah mengimpor gula dan beras dari Thailand dan Vietnam, Jepang membutuhkan suplai minyak gas bumi dari Indonesia dan negara penghasil minyak di kawasan Timur Tengah, Indonesia perlu peralatan pemadaman kebakaran hutan yang canggih yang diproduksi oleh Kanada, Amerika Serikat memerlukan tembaga dan timah dari Indonesia, dan lain sebagainya.
Lalu sebagai konsekwensinya di perlukanpula kapitasl (modal dan teknologi) yang mungkin berasal dari negara lain untuk mengeksplorasi dan mengolah sumber – sumber daya alam. Selain diperlukan adanya pertukaran hasil – hasil produksi, masih diperlukan pula kerjasama pengelolaan sumber daya alam. Dalam hal ini termasuk kemungkinan pengelolaan bersama (yang dimotori oleh investasi MNC/TNC)guna meningkatkan hasil produksi serta menjamin ketersediaan hasil produksi yang merupakan komoditas kebutuhan masyarakat berskala global. Oleh karena itu dalam pandangan kalangan liberalis, perusahaan multnasional/transnasional  seharusnya lebih independen dan bebas dari campur tangan pemerintah.
Perspektif ini berkembang menjadi perspektif Neo Liberalis, dengan asumsi tentang perlu adanya pengintegrasian ekonomi nasional, yang meliputi perdagangan dan keuangan dalam internasionalisasi produksi. Sehingga aktifitas kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, investasi perlu terorganisasi dalam skala internasional dan global. Tetapi kemudian masalahnya “Siapa yang akan untuk dan mendominasi?”. Tentunya untuk hal ini di peruntukan bagi para konglomerasi TNC/MNC dan bukan UKM (usaha Kecil Menengah).
2.      Perspektif Statis (Neo-Merkantilis)
Perspektif  statis ini lebih mengarah kepada upaya memelihara kepentingan nasional. Dengan demikian perusahaan – perusahaan trans nasional / multi nasional yang berasal dari suatu negara diasumsikan sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah dalam memperjuangkan pencapaian kepentingan nasional  dan tidak boleh melenceng dari kepentingan politik nasional.
Oleh karena itu dalam pandangan kaun Neo Merkantilis atau statis ini, walau perusahaan trasnasional itu diakui sebagai aktor internasional non negara, aktifitas perusahaan tersebut harus tetap diawasi dan di kendalikan oleh pemerintah agar selaras dengan kepentingan dan tujuan nasional. Seperti kesejahteraan negara dan rakyat, penguasaan teknologi, proteksi pasar, pembatasan impor dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual.
3.      Perspektif Radikal
Perspektif Radikal berpendapat bahwa perusahaan – perusahaan multinasional dan transnasional itu bagaimanapun juga adalah merupakan intrumen (alat/sarana) eksploitasi, baik untuk eksploitasi sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM) dan dengan tujuan untuk mendapat keuntungan. Dengan begitu kondisi interdefensi, internasional produksi, pembagian lapangan kerja dan sebagainya hanyalah alasan sekedar alat pembenaran belaka.
Kenyatannya, perusahaan – perusahaan transnasional yang sebagian besar berkantor pusat di negara – negara industri maju itu melakukan operasionalnya berdasarkan perhitungan perolehan keuntungan (profit) sebesar – besarnya dan dengan mengeksploitasi SDA dan SDM di negara – negara selatan secara berlebihan.Oleh karena itu, praktekperusahaan transnasional / multinasional adakalanya dipandang sebagai bentuk lain atau bentuk baru dari praktek imprerialisme dan merkantilime di masa lampau.
Sehingga pada perspektif radikal menganjurkan agar pemerintah di negara tuan rumah perlu menerapkan regulasi yang cukup ketat guna mengawasi sepak terjang perusahaan transnasional yang beroperasi dinegara tersebut.Namun disadari bahwa hal ini cukup problematis bagi negara tuan rumah, mengingat derajat defendensi (kebergantungan) ekonomi yang tinggi dari negara – negara berkembang (selatan) terhadap investasi asing oleh perusahaan transnasional/multi nasional yang mayoritasnya berasal dari negara – negara industri maju (utara) dan juga kepada pemerintah (negara asal) mereka.

DAMPAK FDI BAGI NEGARA DAN MASYARAKAT
Masuknya investasi asing kesuatu negara, biasanya diharapkan bisa memberi keuntungan dan manfaat timbal balik. Ada segi keuntungan bagi investor dan ada segi manfaat bagi rakyat dinegeri penerima (tuan rumah). Bagi rakyat dan negeri tuan rumah, keberadaan investasi asing diharapkan bisa turut mendukung pembangunan, antara lain dengan menyediakan tambahan modal untuk menggerakkan roda produksi dan peningkatan taraf hidup. Tentu perlu disadari bahwa ada segi positif dan ada segi negatif terkait dengan keberadaan investasi asing langsung (FDI) ini. Untuk itu perlu di lakukan suatu pertimbangan dan seleksi agar investasi asing yang masuk adalah yang benar – benar mendorong pertumbuhan ekonomi dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Dalam kaitannya dengan Foreign Direct Investmen(FDI) ini ada lima hal atau kemungkinan yang terkait dengan dampak penanaman modal asing yang perlu di perhatikan oleh negara – negara tuan rumah yang menjadi tempat beroperasinya FDI tersebut, yaitu :
1.      Dampak terhadap pertumbuhan ekonomi (ekonomi growth)
2.      Dampak terhadap penghasilan masyarakat (income per kapita)
3.      Dampak terhadap penambahan modal untuk produksi
4.      Dampak terhadap lapangan kerja (job creation)
5.      Dampak terhadap taraf hidup masyarakat.


Dalam hal pengelolaan kebijakan dan penyediaan fasilitas untuk melayani serta menarik minat investor asing, ada dua macam manajemen kebijakan yang perlu di persiapkan yaitu : Demand Management  dan  Supply Management. Demand Managemen menyangkut pengelolaan kebijakan agar tidak menyulitkan investor, yaitu dengan kemudahan kebijakan fiskal, kebijakan moneter, kemudahan dan kelancaran perijinan. Sedangkan Supplay Management mencakup penyediaan SDM dan sarana pendukung antara lain tersedianya tenaga kerja terampil dan berpendidikan, sarana angkutan barang hasil produksi dan fasilitas komunikasi.


BAHAN BACAAN

·         Frederic S.Person, 1999, “International Political Economy : conflict in global system”
·         Nugroho, Yanuar, 2005, Bisnis Pun Ada di Simpang Jalan,Opini Kompas, 22 September 2005
·         May Rudy, Teuku, 2005, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Internasional, Bandung .Refika Aditama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar